
KonteksMedia – Sejumlah pengusaha lokal di Kota Cilegon menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan PT HINE salah satu kontraktor utama PT Lotte Chemicals Indonesia (LCI), terkait pengelolaan material sisa proyek (scrap) di proyek pembangunan pabrik.
Para pengusaha menilai mekanisme pengeluaran scrap tidak dilakukan secara transparan dan bahkan dianggap tidak sesuai aturan yang seharusnya berlaku. Kondisi ini menimbulkan keresahan karena dinilai merugikan pelaku usaha lokal yang sebelumnya sudah dilibatkan dalam proses lelang.
Direktur Utama PT Raja Baja Cilegon, Anton Hilman, menjadi salah satu pengusaha yang yang dikecewakan dengan kebijakan tersebut. Ia menegaskan, awalnya PT HINE membuka peluang bagi pengusaha lokal untuk ikut serta dalam lelang tertutup penjualan scrap itu.
“Sebelumnya sudah ada kesepakatan kalau scrap itu akan dikeluarkan oleh pihak Hein dengan cara lelang dan kami ikut proses itu,” ujar Anton, Kamis (11/9/2025).
Anton menuturkan, pengajuan penawaran sudah dilakukan pada 19 Agustus 2025 lalu. Sesuai kesepakatan, pengumuman pemenang seharusnya dilakukan satu minggu setelahnya. Namun, proses itu dibatalkan secara sepihak oleh pihak Hein.
“Kami diundang untuk mengajukan penawaran dan mengikuti lelang, dan dijanjikan akan segera diumumkan hasilnya dalam satu Minggu, tapi akhirnya dibubarkan begitu saja,” imbuhnya.
Pembatalan mendadak ini menimbulkan tanda tanya besar bagi para peserta lelang. Pasalnya, tidak ada penjelasan resmi dari perusahaan mengenai alasan di balik dihentikannya proses tersebut.
Bahkan, menurut informasi yang diperoleh para pengusaha lokal, scrap ternyata dikeluarkan langsung oleh PT HINE melalui sebuah komite internal. Komite itu diketuai oleh Edi Haryadi, yang belakangan diketahui telah menjadi tersangka kasus premanisme di lingkungan PT LCI.
Informasi ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidakjelasan dalam mekanisme distribusi material sisa proyek. Keterlibatan pihak yang bermasalah secara hukum menambah kekecewaan para pelaku usaha yang merasa diabaikan.
Seorang pengusaha lain yang enggan disebutkan namanya mengaku terkejut dengan prosedur yang diterapkan. Ia menyebut bahwa untuk menjadi rekanan dan bisa membeli scrap, para pelaku usaha harus melalui Ketua Komite 3 Kelurahan untuk PT LCI yang kini berstatus tahanan.
“Kata pihak perusahaan, Edi datang ke perusahaan dengan dikawal oleh beberapa oknum aparat, tapi kok bisa tahanan masih bisa datang ke perusahaan,” ujarnya penuh heran.
Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan publik mengenai konsistensi hukum dan integritas perusahaan dalam menjalankan proses bisnis. Para pengusaha mendesak agar sistem distribusi scrap benar-benar sesuai aturan dan tidak melibatkan pihak bermasalah.
Mereka juga berharap PT LCI bersikap lebih tegas kepada rekanan dan kontraktor utamanya untuk lebih terbuka dan transparan dalam pengelolaan limbah sisa proyek pembangunan plan LCI di Cilegon. Menurut para pengusaha, harus ada asas keadilan dalam pembagian kuota scrap sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial maupun kegaduhan di tengah masyarakat.
Mekanisme yang jelas diyakini mampu menciptakan iklim usaha yang sehat, apalagi Cilegon dikenal sebagai kota industri dengan banyak pelaku usaha baja dan turunan lainnya yang sangat membutuhkan akses material tersebut.
“Harus ada transparansi dan aturan main yang adil agar semua pelaku usaha punya kesempatan sama. Kalau seperti ini terus, pengusaha lokal hanya jadi penonton di daerahnya sendiri,” keluh salah satu pengusaha.
Sementara Itu, Tokoh Masyarakat Cilegon, Husein Saidan mengatakan bahwa terkait program kemitraan usaha dengan pengusaha lokal perlu mekanisme yang terbuka dan transparan dan sesuai peraturan yang berlaku sehingga tidak memunculkan kecemburuan.
“Pengusaha lokal diberikan ruang untuk tender barang-barang bekas maupun apa yang menjadi bahan kami untuk usaha,” ujarnya.
Ia juga berharap tidak ada intervensi dari pihak-pihak yang memiliki otoritas seperti penegak hukum dalam proses usaha yang tengah dijalankan agar masyarakat bisa tenang dan tidak merasa terintimidasi.
“Selanjutnya mendesak kepada Bapak Kapolda Banten untuk menindaklanjuti jika ada anggota yang terlibat dan mengawal tersangka (Edi Haryadi) untuk mewakili persoalan yang disampaikan PT HINE bahwa ada oknum masyarakat yang sedang tersangka dikawal,” imbuhnya.
Situasi ini kini menjadi sorotan publik di Cilegon. Para pengusaha menegaskan, jika tidak ada perbaikan mekanisme, mereka siap menempuh jalur resmi agar hak-hak pengusaha lokal tetap diperhatikan.
Wartawan KonteksMedia berupaya melakukan konfirmasi melalu pesan WhatsUp Kamis (11/9/2025), namun ingga berita ini diturunkan, pihak PT HINE belum memberikan penjelasan resmi terkait mekanisme pengeluaran material sisa proyek. (*/Red)