Keputusan Penunjukan Plt Sekda Cilegon Dinilai Berpotensi Digugat

Plt Sekda Cilegon Aziz Setia Ade

KonteksMedia – Penunjukan Pejabat Pelaksana Tugas (PLT) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon pada 1 Desember 2025 menuai sorotan dan dinilai berpotensi memunculkan gugatan hukum. Hal itu disampaikan pengamat kebijakan publik Kota Cilegon, Supriyadi, pada Senin (8/12/2025).

Supriyadi menjelaskan bahwa penunjukan PLT Sekda idealnya mengacu pada regulasi yang telah ditetapkan pemerintah, khususnya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018 (Perpres 3/2018) tentang mekanisme pengangkatan pejabat sementara atau pejabat pelaksana tugas. Menurutnya, penunjukan Penjabat Sekda hanya dapat dilakukan jika terdapat alasan berhalangan atau kekosongan pada jabatan Sekda definitif.

“Jika Sekda definitif berhalangan atau terjadi kekosongan jabatan, PJ-Sekda hanya diangkat dalam kondisi sementara, ketika Sekda definitif tidak bisa melaksanakan tugas atau ketika posisi kosong,” ujar Supriyadi.

Aktivis NGO Rumah Hijau itu menambahkan bahwa terdapat banyak pelanggaran aturan dalam proses penetapan PLT Sekda Cilegon. Ia menyoroti keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 91 Tahun 2019 (Permendagri 91/2019) yang menjadi pedoman penunjukan PJ-Sekda, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur secara fundamental status kepegawaian.

“UU nomor 5 itu tetap mendasari status kepegawaian dan perlu ada rujukan aturan yang kuat,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Supriyadi menjelaskan bahwa pengangkatan PLT Sekda di tingkat kabupaten atau kota pada prinsipnya merupakan usulan dari bupati atau wali kota, sedangkan keputusan final memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

“Artinya, regulasi formal tertulis setidaknya sampai sekarang tidak memberikan Gubernur hak mutlak untuk menolak atau memberhentikan Sekda definitif secara sepihak,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa ketentuan yang ada hanya mengatur mekanisme penunjukan pejabat sementara dalam kondisi berhalangan atau kekosongan jabatan, bukan pemberhentian Sekda definitif atas inisiatif gubernur.

“Ketentuan hanya mengatur prosedur untuk kondisi sementara atau kekosongan jabatan, bukan regulasi pemberhentian definitif atas inisiatif Gubernur secara umum,” lanjutnya.
Supriyadi juga menegaskan bahwa persetujuan gubernur memang diperlukan dalam konteks penunjukan PJ-Sekda ketika ada usulan dari kepala daerah.

“Untuk PJ-Sekda sementara, ya, persetujuan gubernur memang dibutuhkan jika Bupati atau Walikota mengusulkan calon PJ-Sekda,” katanya.

Namun, untuk Sekda definitif, ia menyebut bahwa pengangkatan atau pemberhentian tetap mengikuti regulasi nasional tanpa mensyaratkan persetujuan gubernur sebagai keputusan akhir.

“Untuk Sekda definitif, pengangkatan atau pemberhentian tetap menggunakan regulasi formal tidak mensyaratkan Gubernur menyetujui atau persetujuan akhir, agar keputusan sah, setidaknya dalam aturan nasional yang tersedia sekarang,” jelasnya.

Menurut Supriyadi, klaim bahwa pemberhentian Sekda kabupaten atau kota harus mendapat persetujuan gubernur dianggap tidak memiliki dasar kuat dalam hukum nasional.

“Oleh karena itu, klaim bahwa setiap pemberhentian Sekda kabupaten atau kota harus mendapat persetujuan gubernur agar sah sulit dibuktikan secara umum,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan jika daerah memiliki aturan tambahan seperti Peraturan Daerah (Perda) yang mensyaratkan demikian.

“Klaim tersebut bisa dibenar-benarkan hanya jika daerah memiliki regulasi tambahan atau Perda yang mensyaratkan demikian, tapi tidak bisa dianggap sebagai prinsip hukum nasional universal,” tambahnya.

Di akhir pernyataannya, Supriyadi menegaskan bahwa keputusan penunjukan PLT Sekda Cilegon tetap membutuhkan proses formal sesuai aturan yang berlaku, termasuk persetujuan gubernur.

“Untuk Cilegon harus usulan dari walikota ke gubernur dan ada persetujuan dari gubernur, putusan ini bisa berpotensi gugatan,” pungkasnya. (*/Red)

You might also like

Konteks Media merupakan media suara rakyat, dengan mengedepankan pikiran-pikiran kritis dan terbuka. Memberikan informasi yang faktual, aktual, serta detail kepada publik. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip media yang independen sebagai media alternatif jalan pikiran masa depan rakyat Indonesia.